Ijah
Ijah adalah janda berusia kurang lebih 50 tahun. Tinggal di SP 10 Kumpang Bis, desa Kumpang Bis, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Sejak kematian suaminya empat tahun lalu, Ijah hidup sendirian di rumah peninggalan sang suami. Anak satu-satunya telah bersuami dan tinggal di desa lain yang jaraknya cukup jauh.
Masyarakat SP 10 Kumpang Bis mengenal Ijah sebagai seorang wanita yang tidak waras alias gila atau menderita skizoprenia. Penyakit yang tidak diinginkan ini telah akrab dengan Ijah bahkan sejak suaminya masih hidup. Ditinggal suami ke alam baka, membuat Ijah tak terurus. Badannya penuh daki, rambut jabrik, pakaian hanya sebatas pinggang. Ijah tak mau diurus oleh siapapun. Bahkan saudara atau tetangga yang mencoba memberikan makanan siap saji, selalu ditolaknya. Ia tak mau memakannya. Ijah hanya mau memakan makanan yang ia masak sendiri. Dalam hal isi perut ini, Ijah sedikit beruntung, ada sekapling sawit peninggalan suaminya. Hasil panen sawit itulah yang diurus oleh saudaranya, dibelikan bahan makanan yang kemudian diserahkan kepada Ijah untuk diolah sendiri.
Rumah Ijah sebetulnya cukup luas. Apalagi dihuni sendirian. Namun sama seperti penghuninya, rumah berukuran 5 x 8 meter itupun tak terurus. Di depan dirimbuni oleh pohon rambutan dan sawit, di kiri dan kanan serta belakang diselimuti semak resam dan lalang setinggi orang dewasa. Siapun yang lewat, pasti tak menyangka jika dibalik rerimbunan sawit dan rambutan itu tersebunyi sebuah rumah.
Supri
Supri adalah pemuda berusia sekitar 30 tahun. Berasal dari dusun Nebok, desa Semadu, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalbar. Supri dikenal sebagai pemuda tanpa kerja, luntang-lantung dari dusun ke dusun, dari desa ke desa dalam wilayah Kecamatan Belitang Hilir. Supri biasa tinggal di suatu dusun atau desa dalam beberapa hari. Tidak tentu tempatnya istirahat atau tidur di malam hari. Ia bisa tidur dimana saja yang ia mau. Soal makan selama menetap itu, ia berharap pada kebaikan orang-orang kampung yang mau menawarinya makan. Atau kalau tidak, ia bisa memasuki rumah kosong, mencari makanan, dan bahkan mencuri barang-barang yang bisa ia jual. Dalam melakukan aksi pencurian makanan dan barang tersebut, Supri tak segan-segan bertindak kurang ajar misalnya memberaki rumah korban. Kotorannya bisa saja ia taruh di piring, mangkok, ataupun panci. Sudah banyak yang menjadi korban ulah Supri. Dan Supri sudah sering juga dihakimi orang kampung, malah sudah tiga kali mauk sel Polsek Belitang Hilir gara-gara mencuri. Namun kemudian dilepas lagi lantaran perkaranya tak layak masuk ruang sidang. Ada juga yang bilang polisi melepasnya karena tak tahan dengan ulah Supri yang suka berak di dalam sel. Semua itu tidak membuat Supri jera. Ia seperti tidak peduli dipukuli massa ataupun masuk sel di Polsek. Baginya itu semua hal yang biasa. Sangat biasa. Mana-mana tempat adalah surga jua bagi Supri. Bagi orang kampung, cara untuk menghindari ulah Supri adalah dengan memberikan apa yang ia perlukan. Makanan dan rokok sekedar. Yang berbaik hati memberinya keperluan tersebut, tidak akan mendapat gangguan. Tetapi bagi yang berani menegur atau mencela perbuatan jeleknya, maka siap-siaplah menerima balasan. Bentuk balasan itu bisa berupa pencurian makanan dan harta benda, juga pemberakan. Lebih parahnya lagi, ia tak segan-segan membakar rumah orang yang dibencinya. Hal ini pernah dialami oleh Pak Nueng dari SP 10 Kumpang Bis.
Sinting Vs Gila
Tanggal 19 Juli 2008 sekitar pukul empat sore, masyarakat SP 10 mendadak gempar. Pasalnya, seseorang – sebut saja namanya Andi - memergoki Supri yang baru saja keluar dari rumah Ijah dalam keadaan belum berpakaian lengkap. Andi curiga, jangan-jangan telah terjadi sesuatu terhadap Ijah. Andi segera memberitahukan orang sekampung. Beberapa orang mendatangi rumah Ijah. Mereka mendapati Ijah dalam keadaan terikat tangan dan kakinya sehingga tidak dapat bergerak. Selain itu, Ijah tidak mengenakan pakaian apapun alias telanjang bulat.
“Siapa yang melakukan ini ?”, salah seorang bertanya. “Supri”, jawab Ijah. “Ini pemerkosaan!” yang lain nyeletuk. “Ayo kita hajar Supri . Jangan kasi ampun !”
Maka beramai-ramailah mereka mencari dimana Supri berada. Akhirnya mereka temukan Supri bersembunyi dibalik semak-semak. Supri pun digebuk beramai-ramai hingga bonyok. Mukanya lebam, bibirnya dower. Jidatnya bocor terkena pentungan. Supri lantas digiring ke Balai Desa, diikat kaki dan tanggannya sambil menunggu kedatangan anggota Polsek Belitang Hilir yang dihubungi via ponsel. Pukul 12 malam barulah petugas dari Polsek Belitang Hilir tiba dan lantas membawanya. Tanggal 20 Juli 2008 pagi, Supri di bawa ke Puskesmas Sungai Ayak untuk mendapat perawatan atas luka-lukanya. Ia mendapat lebih dari 10 jahitan pada jidatnya. Dua hari kemudian Supri dikirimkan ke Polres Sekadau untuk diproses perkaranya. Tanggal 23 Juli 2008 pukul 4 sore, dr. Jessie Prihartanti dari Puskesmas Sungai Ayak mengadakan pemeriksaan visum di TKP terhadap Ijah, yang diduga sebagai korban pemerkosaan. Namun yang didapati hanya luka lecet pada pergelangan tangan dan kaki yang diakibatkan trauma benda tumpul. Akan hal dugaan pemerkosaan tidak dapat dibuktikan karena Ijah menolak periksa dalam. Bahkan saat akan disuntik, Ijah meronta dan harus dipegangi beramai-ramai. Selain itu, rentang waktu kejadian dan pemeriksaan sudah lebih dari 24 jam sehingga kesan pemerkosaan sulit di ketahui. Yang pasti, si sinting Supri telah melakukan tindak kekerasan terhadap Ijah si gila.
Ijah adalah janda berusia kurang lebih 50 tahun. Tinggal di SP 10 Kumpang Bis, desa Kumpang Bis, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Sejak kematian suaminya empat tahun lalu, Ijah hidup sendirian di rumah peninggalan sang suami. Anak satu-satunya telah bersuami dan tinggal di desa lain yang jaraknya cukup jauh.
Masyarakat SP 10 Kumpang Bis mengenal Ijah sebagai seorang wanita yang tidak waras alias gila atau menderita skizoprenia. Penyakit yang tidak diinginkan ini telah akrab dengan Ijah bahkan sejak suaminya masih hidup. Ditinggal suami ke alam baka, membuat Ijah tak terurus. Badannya penuh daki, rambut jabrik, pakaian hanya sebatas pinggang. Ijah tak mau diurus oleh siapapun. Bahkan saudara atau tetangga yang mencoba memberikan makanan siap saji, selalu ditolaknya. Ia tak mau memakannya. Ijah hanya mau memakan makanan yang ia masak sendiri. Dalam hal isi perut ini, Ijah sedikit beruntung, ada sekapling sawit peninggalan suaminya. Hasil panen sawit itulah yang diurus oleh saudaranya, dibelikan bahan makanan yang kemudian diserahkan kepada Ijah untuk diolah sendiri.
Rumah Ijah sebetulnya cukup luas. Apalagi dihuni sendirian. Namun sama seperti penghuninya, rumah berukuran 5 x 8 meter itupun tak terurus. Di depan dirimbuni oleh pohon rambutan dan sawit, di kiri dan kanan serta belakang diselimuti semak resam dan lalang setinggi orang dewasa. Siapun yang lewat, pasti tak menyangka jika dibalik rerimbunan sawit dan rambutan itu tersebunyi sebuah rumah.
Supri
Supri adalah pemuda berusia sekitar 30 tahun. Berasal dari dusun Nebok, desa Semadu, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalbar. Supri dikenal sebagai pemuda tanpa kerja, luntang-lantung dari dusun ke dusun, dari desa ke desa dalam wilayah Kecamatan Belitang Hilir. Supri biasa tinggal di suatu dusun atau desa dalam beberapa hari. Tidak tentu tempatnya istirahat atau tidur di malam hari. Ia bisa tidur dimana saja yang ia mau. Soal makan selama menetap itu, ia berharap pada kebaikan orang-orang kampung yang mau menawarinya makan. Atau kalau tidak, ia bisa memasuki rumah kosong, mencari makanan, dan bahkan mencuri barang-barang yang bisa ia jual. Dalam melakukan aksi pencurian makanan dan barang tersebut, Supri tak segan-segan bertindak kurang ajar misalnya memberaki rumah korban. Kotorannya bisa saja ia taruh di piring, mangkok, ataupun panci. Sudah banyak yang menjadi korban ulah Supri. Dan Supri sudah sering juga dihakimi orang kampung, malah sudah tiga kali mauk sel Polsek Belitang Hilir gara-gara mencuri. Namun kemudian dilepas lagi lantaran perkaranya tak layak masuk ruang sidang. Ada juga yang bilang polisi melepasnya karena tak tahan dengan ulah Supri yang suka berak di dalam sel. Semua itu tidak membuat Supri jera. Ia seperti tidak peduli dipukuli massa ataupun masuk sel di Polsek. Baginya itu semua hal yang biasa. Sangat biasa. Mana-mana tempat adalah surga jua bagi Supri. Bagi orang kampung, cara untuk menghindari ulah Supri adalah dengan memberikan apa yang ia perlukan. Makanan dan rokok sekedar. Yang berbaik hati memberinya keperluan tersebut, tidak akan mendapat gangguan. Tetapi bagi yang berani menegur atau mencela perbuatan jeleknya, maka siap-siaplah menerima balasan. Bentuk balasan itu bisa berupa pencurian makanan dan harta benda, juga pemberakan. Lebih parahnya lagi, ia tak segan-segan membakar rumah orang yang dibencinya. Hal ini pernah dialami oleh Pak Nueng dari SP 10 Kumpang Bis.
Sinting Vs Gila
Tanggal 19 Juli 2008 sekitar pukul empat sore, masyarakat SP 10 mendadak gempar. Pasalnya, seseorang – sebut saja namanya Andi - memergoki Supri yang baru saja keluar dari rumah Ijah dalam keadaan belum berpakaian lengkap. Andi curiga, jangan-jangan telah terjadi sesuatu terhadap Ijah. Andi segera memberitahukan orang sekampung. Beberapa orang mendatangi rumah Ijah. Mereka mendapati Ijah dalam keadaan terikat tangan dan kakinya sehingga tidak dapat bergerak. Selain itu, Ijah tidak mengenakan pakaian apapun alias telanjang bulat.
“Siapa yang melakukan ini ?”, salah seorang bertanya. “Supri”, jawab Ijah. “Ini pemerkosaan!” yang lain nyeletuk. “Ayo kita hajar Supri . Jangan kasi ampun !”
Maka beramai-ramailah mereka mencari dimana Supri berada. Akhirnya mereka temukan Supri bersembunyi dibalik semak-semak. Supri pun digebuk beramai-ramai hingga bonyok. Mukanya lebam, bibirnya dower. Jidatnya bocor terkena pentungan. Supri lantas digiring ke Balai Desa, diikat kaki dan tanggannya sambil menunggu kedatangan anggota Polsek Belitang Hilir yang dihubungi via ponsel. Pukul 12 malam barulah petugas dari Polsek Belitang Hilir tiba dan lantas membawanya. Tanggal 20 Juli 2008 pagi, Supri di bawa ke Puskesmas Sungai Ayak untuk mendapat perawatan atas luka-lukanya. Ia mendapat lebih dari 10 jahitan pada jidatnya. Dua hari kemudian Supri dikirimkan ke Polres Sekadau untuk diproses perkaranya. Tanggal 23 Juli 2008 pukul 4 sore, dr. Jessie Prihartanti dari Puskesmas Sungai Ayak mengadakan pemeriksaan visum di TKP terhadap Ijah, yang diduga sebagai korban pemerkosaan. Namun yang didapati hanya luka lecet pada pergelangan tangan dan kaki yang diakibatkan trauma benda tumpul. Akan hal dugaan pemerkosaan tidak dapat dibuktikan karena Ijah menolak periksa dalam. Bahkan saat akan disuntik, Ijah meronta dan harus dipegangi beramai-ramai. Selain itu, rentang waktu kejadian dan pemeriksaan sudah lebih dari 24 jam sehingga kesan pemerkosaan sulit di ketahui. Yang pasti, si sinting Supri telah melakukan tindak kekerasan terhadap Ijah si gila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar