29 Maret, 2009

BELI SAPI SAJA


Kisah ini terjadi di warung kaki lima sekitar masjid kampus ITS. Selepas sholat Jumat, Pak Rohim langsung menelpon. Memang, mesjid kampus ITS cukup besar sehingga walaupun sama-sama berada di mesjid, belum tentu bisa ketemu. Suara dari handset di seberang menginformasikan posisi di depan tempat wudhu dan saya pun meluncur ke sana.
Begitu ketemu, acara berikutnya adalah makan di warung kaki lima tidak jauh dari tempat wudhu. Bagi saya, makan kali ini adalah nostalgia belasan tahun silam. Tempat inilah yang sering menjadi tempat cangkruk semasa aktif sebagai pengurus masjid Manarul Ilmi kampus ITS.
Sambil menunggu gado-gado, Pak Rohim ngobrol dengan empat mahasiswa yang kebetulan duduk di depannya. Setelah berbasa-basi beberapa saat, pertanyaan-pertanyaan finansial pun meluncur.
”Berapa kebutuhan uang kuliah dan biaya hidup sebulan ?”, selidik Guru
”Yaaa...... sekitar Rp 700.000,- ”, jawab sang mahasiswa.
”Semua dikirim oleh orang tua ?”
”Yaaa .... begitulah....”
”Nah... dengan kebutuhan bulanan seperti itu, berarti dalam setahun tidak kurang dari Rp 8 juta digunakan untuk biaya kuliah. Bila lulus selama lima tahun maka uang Rp 40 juta akan melayang. Pertanyaan saya mewakili orang tua kalian ...... kapan duit itu akan kembali ?”
Walaupun tidak siap mendapatkan pertanyaan seperti itu, Guru menambah lagi kebingungan si mahasiswa.
”Mewakili orang tua mu ..... coba jawab pertanyaan ini .... lebih menguntungkan mana uang sebesar Rp 40 juta digunakan untuk menyekolahkan kamu atau membeli sapi ?”
Saya pun menimpali, Rp 40 juta bisa dibelikan delapan ekor sapi betina yang tiap tahun akan beranak satu ekor. Dengan demikian dalam waktu lima tahun minimal akan ada 40 ekor anak sapi. Ditambah delapan induknya, total akan ada 48 ekor sapi. Itupun tanpa menghitung anak sapi pada usia satu tahun akan menjadi induk sapi yang juga beranak. Dengan demikian perhitungan 40 ekor anak sapi adalah perhitungan dengan pendekatan pesimis.
Dengan 48 ekor sapi, orang tua para mahasiswa ini akan bisa hidup santai. Tiap tahun dalam kondisi normal akan menerima kelahiran 48 ekor sapi. Tiap bulan empat ekor. Untuk keamanan, tidak usah dihitung 4 ekor. Ambil separuhnya saja yaitu 2 ekor anak sapi tiap bulan. Yang dua untuk biaya-biaya dan cadangan resiko-resiko. Masuk akal kan ?
Bila seekor sapi senilai Rp 5 juta, maka tiap bulan orang tua sang mahasiswa akan menerima Rp 10 juta. Pertanyaan selanjutnya, ..... kapan sang mahasiswa yang telah ”merenggut” delapan induk sapi mampu mengembalikan uang dari orang tuanya sebesar Rp 10 juta setiap bulan ?
Mahasiswa yang kuliah dibidang perkapalan tadi mengelak. Ia katakan bahwa dirinya akan mengembalikan uang sekolah bukan kepada orang tuanya. Ia akan mengembalikan kepada anaknya nanti.
Mendapat bantahan dari mahasiswa tadi, Guru menjelaskan, ”Itulah sikap mental yang menjadikan negeri ini tidak maju-maju. Ketika ditunjuk tanggungjawab yang lebih baik, orang-orang memilih mengelak dengan membuat alibi-alibi. Menyekolahkan anak adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa dianggap sebagai membayar utang kepada orang tua yang telah membayar uang kuliah kita”
”Apakah seandainya kamu tidak dikuliahkan orang tuamu, kamu juga tidak akan membayar kuliah anak-anakmu nanti ?”
Jadi mestinya mahasiswa tadi tetap berkomitmen untuk mengembalikan uang orang tuanya tanpa mengurangi kewajiban untuk menyekolahkan anak-anaknya kelak. Generasi sekarang harus lebih baik dari pada generasi masa lalu. Generasi masa yang akan datang harus jauh lebih baik dari pada generasi saat ini.


Penggalan buku : Guru Goblok Ketemu Murid Goblok oleh Iman Supriyono
Diterbitkan oleh SNF Konsulting, Surabaya

Tidak ada komentar: