26 Maret, 2009

PETI

Peti dapat didefinisikan sebagai sebuah benda bersegi empat. Terbuat dari kayu, logam, atau bahan lainnya. Mempunyai tutup dan diberi engsel ataupun tidak, tetapi yang pasti peti selalu mempunyai kunci. Peti identik dengan tempat penyimpan benda-benda berharga semisal perhiasan dan harta benda lainnya, sehingga kita kenal juga yang namanya peti harta karun. Itulah pengertian peti secara umum.

Ada lagi peti dalam arti lain atau lebih tepat disebut sebagai singkatan. PETI di Sungai Ayak, Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat lebih dikenal sebagai Penambang Emas Tanpa Ijin, istilah untuk masyarakat yang menambang emas tanpa mengantongi surat ijin dari pejabat berwenang. Kalaupun ada ijin, hanyalah dari pejabat setempat yang kebenarannya diragukan, misal dari Kepala Desa, Camat, atau penguasa lainnya ditingkat Kecamatan. Untuk yang mengantongi ijin seperti ini mungkin dapat diistilahkan dengan PETI yang benar, artinya penambang emas tanpa ijin yang benar alias liar. Alasan mereka melakukan aktifitasnya adalah alasan klasik : demi sesuap nasi, demi menafkahi keluarga, demi menciptakan lapangan kerja, dan banya demi lainnya. Asal tahu saja, yang beralasan demi itu dan ini tadi hidupnya dapat dikategorikan berkecukupan. Cukup makan, cukup pakaian, cukup layak perumahan, punya alat transportasi dan komunikasi mutakhir, punya alat hiburan yang canggih. Pokoknya, mereka tidak dapat disejajarkan dengan gembel dibawah kolong jembatan, yang mencuri dengan alasan yang sama : sesuap nasi. Namun anehnya, biar punya segala sesuatu yang layak untuk orang mampu, jika datang ke Puskesmas, banyak juga yang menggunakan Kartu JAMKESMAS. Tolong dong kasih tahu ibu menteri, programnya telah disalah kaprah.

Begitulah, masalah peti di Sungai Ayak dari tahun ke tahun seperti tidak ada habis-habisnya. Tahun 2000 – 2001 masyarakat bersitegang karena aktifitas peti di Sungai Kapuas – tepat di depan Kantor Koramil Belitang Hilir. Kala itu, ratusan alat penambang yang disebut jeck, beroperasi setiap hari. Menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bagi penggiat peti, suara mesin yang memekakkan telinga karena rata-rata tanpa knalpot, kabut asap yang menghalangi pandangan, air yang keruh seperti kubangan babi, bukanlah persoalan. Buat mereka, itu semua suara alam yang meninabobokan. Namun bagi masyarakat sekitar yang terbiasa dengan ketenangan, biasa mandi di air yang jernih, biasa menghirup udara segar, kegiatan para peti ini tentu saja sangat mengganggu. Namun para peti tidak peduli, mereka tetap saja melakukan aktifitasnya hingga akhirnya pergi sendiri lantaran emas yang dicari sudah habis. Persoalan dengan masyarakat setempat pun menguap.

Lokasi Peti dilihat dari udara (peta by Google)
Lokasi Peti dilihat dari udara (peta by Google)

Berhentikah para peti dari kegiatannya mengobok-obok tanah air yang mereka perkirakan mengandung emas ? Tentu saja tidak. Bila di satu lokasi kandungan emasnya sudah menipis atau bahkan habis, maka mereka akan mencari lokasi baru. Mata dan telinga mereka begitu awas untuk menangkap informasi dimana lokasi yang sekiranya dapat memberikah hasil yang melimpah.

Sejarah Penambangan

Tidak diketahui dengan persis sejak kapan kegiatan penambangan emas dimulai di wilayah Belitang Hilir, khususnya di desa Sungai Ayak III. Lokasi penambangan tertua terletak di daerah Padung dan Simpi, masing-masing berjarak 2 km dari pusat desa Sungai Ayak III yang sekarang menjadi ibukota Kecamatan Belitang Hilir. Sumber-sumber yang dihubungi menyebutkan bahwa penambangan emas dilakukan ketika Belanda masih berkuasa di Indonesia. Bahkan pada waktu itu, Belanda secara khusus mendatangkan orang-orang dari Jawa untuk dipekerjakan sebagai buruh tambang, dimukimkan di Kampung Padung. Hingga saat ini keturunannya masih menetap di sana. Kampung Padung sekarang terbagi menjadi dua. Satu bagian di sebelah atas – istilah setempat untuk pemukiman yang lebih jauh dari pinggiran sungai – dihuni oleh orang Jawa yang dulu ditransmigrasikan oleh Belanda disebut Padung Atas atau Padung Jawa. Sedangkan bagian di sebelah bawah atau Padung Bawah - Padung Melayu - dihuni oleh penduduk pendatang lokal dari suku Melayu Dayak yang dalam istilah lokal disebut Senganan.

Penambangan yang berlangsung terus menerus dari tahun ke tahun, telah mengikis habis tanah di Padung dan Simpi. Yang tinggal hanyalah padang pasir gersang tanpa bisa ditanami, kolam-kolam bekas penambangan yang tak dapat ditebari benih ikan. Kemanakah mereka – para PETI itu – pergi ?

Sungai Yang Tercemar
Sungai Yang Tercemar

Yang punya cukup modal akan mencari lokasi lain di lain Kecamatan maupun Kabupaten. Ada yang ke Kabupaten Landak, ada juga yang ke Kabupaten Sintang. Yang masih bertahan mencoba mengulang lagi penambangan ditempat yang pernah ditambang dengan hasil seadanya.

Peti di Kampung Baru

Entah siapa yang pertama kali menambang emas di Kampung Baru, suatu pemukiman yang berdekatan dengan Kantor Camat Belitang Hilir, Namun awal Januari 2009 saat diketahui dan beredar isue bahwa lokasi tersebut mengandung emas yang cukup tebal, maka entah dari mana saja datangnya, berbondong-bondonglah para PETI ke sana. Suasana yang tadinya tenang tentram, jadi riuh bergemuruh lantaran deru mesin penambang yang berjumlah lebih dari empat puluh buah. Suara ini bahkan jelas terdengar dari Kantor Camat Belitang Hilir karena jarak yang cukup dekat – kurang dari seratus meter.

Persoalanpun muncul. Warga sekitar menjadi kesulitan memperoleh air bersih karena sungai dan kolam tempat mandi dan mencuci menjadi keruh kecoklatan dicemari limbah peti. Masyarakat pun mengeluh, bahkan ada yang protes. Rapat diadakan untuk mencari solusi. Ketemu. Solusinya adalah membuatkan sumur bagi setiap rumah tangga yang ada di Kampung Baru, terutama yang terkena langsung limbah peti.

Mulailah proyek sumurisasi yang dibiayai oleh para peti dan dikoordinir oleh ketua RT setempat. Sudah belasan rumah tangga yang mendapat jatah sumur. Sumur gali maupun sumur bor. Namun pada minggu kedua bulan Maret 2009, kegiatan pembuatan sumur tersendat, bahkan terhenti sama sekali. Apa pasal ?

Kegiatan para peti telah dihentikan oleh aparat pemerintah setempat. Alasannya, wilayah tersebut berada di luar wilayah penambangan rakyat, terlalu dekat dengan pemukiman penduduk, terlalu dekat dengan fasilitas pemerintah, terlalu dekat dengan fasilitas belajar (sekolah), dan masih banyak terlalu lagi ( kayak 4 T ya ).

Jeck, mesin penambang yang digunakan PETI
Jeck, mesin penambang yang digunakan PETI

Sabtu, 14 Maret 2009, kegiatan penambangan terhenti sama sekali. Mesin-mesin telah dibongkar, diangkat, diangkut ke rumah masing-masing. Selanjutnya mau kemana lagi? Mau diapakan mesin-mesin penambang itu ? Masih dicari lokasi baru, entah dimana.

Tinggallah kini bekas penambangan menyisakan limbah lumpur bagi masyarakat sekitar.

Padang Pasir, peninggal PETI. Mau diapakan kalau sudah begini ?
Padang Pasir, peninggalan PETI. Mau diapakan kalau sudah begini ?

1 komentar:

Budi Susandi mengatakan...

saya pernah kerja tambang mas di padung dan serimpi medio 90 an waktu kerusakan lingkungannya saja sudah sangat parah apalagi sampai sekarang,kiranya semua pihak melihat ini dengan bijaksana,terlebih pemda setempat.